Dewasa ini, isu terkait eksistensi muslimah cukup menyita perhatian
dari berbagai warta publik. Salah satunya seperti yang telah dilansir
oleh Liputan6.com pada 5 Maret 2018 lalu. Larangan penggunaan cadar bagi
Mahasiswi UIN Sunan Kalijaga pun sempat menjadi sumber perdebatan yang
cukup pelik hingga mempengaruhi kegiatan akademik di kampus yang
notabene berlatar belakang Islam ini.

Alasan yang dirasa cukup kuat pun sempat dilontarkan oleh pihak kampus, yang ternyata adanya kekhawatiran mereka akan hadirnya pengaruh aliran-aliran radikal yang menyebabkan perpecahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Beruntung hal ini tidak berlangsung lama, karena saat ini pihak kampus sudah mencabut larangan tersebut. Belum ada alasan yang cukup jelas terkait pencabutan ini selain untuk mengendalikan situasi karena isunya sudah menjadi sorotan. Lalu, apa kaitan isu muslimah dan abad 21 yang akan kita bahas?
Pada abad 21 ini, masyarakat dihadapkan dengan
tuntutan perkembangan teknologi dan sikap toleransi terhadap adanya
perbedaan. Hal ini pun telah menjadi fokus utama dari Japan
International Cooperation Agency (JICA). Dalam salah satu bahan
proyeknya, disebutkan bahwa ada beberapa tuntutan yang perlu dipenuhi
untuk tercapainya masyarakat yang ideal dengan kondisi abad ini.
Berbagai upaya yang perlu dilakukan yaitu dengan cara meningkatkan
kemampuan untuk merespon berbagai hal secara cepat seperti dalam hal
pengetahuan, keberagamanan, serta kondisi lingkungan sosial baik secara
moral maupun secara tingkat kepedulian.
Dalam prakteknya, kondisi fast respon
pun sebenarnya sudah mulai terjadi di kalangan masyarakat. Kesadaran
akan perlunya meningkatkan pemahaman yang tepat dalam pendidikan dan
kepekaan terhadap kondisi lingkungan pun sudah menjadi ukuran wajib.
Namun yang perlu disayangkan disini adalah terjadinya human error dalam
memahami arti dari kecepatan respon pada kondisi lingkungan saat ini,
dimana masyarakat secara cepat menanggapi berbagai isu yang ada tanpa
meningkatkan pengetahuan akan kondisi yang terjadi. Hal inilah yang
seringkali menyebabkan munculnya berbagai informasi yang tidak tepat
seperti yang terjadi pada pemberitaan tentang wanita bercadar seperti di
UIN Sunan Kalijaga. Keadaan yang kurang kondusif ini pun kerap kali
membuat gerah para pengamat.
Dalam Islam sendiri, cara
berpakaian yang dianjurkan pun sebenarnya sudah ada dalam kitab suci
agama tersebut, baik untuk laki-laki maupun untuk para perempuan.
Merujuk pada pembahasan terkait Fiqih Pakaian Muslim dan Muslimah yang
ada pada halaman Himpunan Ahlussunah untuk Masyarakat Islami (HASMI),
cara berpakaian bagi muslim dan muslimah itu merupakan apresiasi
terhadap kepercayaan yang dianut melalui perwujudan diri, namun tetap
sesuai dengan standar yang telah dianjurkan agamanya.
Begitu pun
yang sedang ingin ditampilkan oleh para muslimah saat ini. Mereka ingin
mewujudkan perhatian mereka terhadap kepercayaan yang dianut melalui
cara berpakaian. Penampakannya pun pasti berbeda-beda, karena hal ini
masih berkaitan erat dengan cara berekspresi dari masing-masing
individu. Dari berbagai pembahasan tersebut, paling tidak kita sudah
dapat memahami bahwa cara berpakaian bukanlah menjadi hal yang perlu
disetarakan antara satu dan lainnya.
Sudah seringkali terdengar
bahwa setiap individu di abad 21 ini menuntut untuk diberikan kebebasan
dalam berekspresi. Begitu pula dengan mereka para muslim dan muslimah,
tidak ada yang salah dengan cara mereka dalam berpakaian. Dalam
menyikapi hal ini, kita hanya perlu merespon dengan baik karena tidak
ada yang menyalahi aturan.
Sesuai yang sudah dilontarkan oleh
JICA pada pembahasan sebelumnya, karakter masyarakat abad 21 itu
ditandai dengan cepat dan tepatnya respon terhadap kondisi lingkungan
sosial yang ada. Lalu, perlu kita pertanyakan kembali, apakah isu
terkait cadar yang menjadi momok perpecahan NKRI ini pun masih perlu
kita perdebatan.
Referensi :
Gambar:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar